KOMPAS.com - Jumlah pria yang
menjadi anggota dewan direksi mungkin masih lebih banyak daripada wanita, namun
ternyata wanita lah yang membuat keputusan bisnis lebih baik, demikian menurut
studi baru dari McMaster University, Canada.
Riset
yang menganalisa 600 dewan direksi ini menunjukkan bahwa perempuan ternyata
lebih fair dalam membuat keputusan, sehingga
menghasilkan performa yang lebih baik bagi perusahaan. Di lain pihak,
direksi pria (yang mencapai 75 persen dari sampel) ternyata membuat keputusan
hanya berdasarkan peraturan dan regulasi. Dengan kata lain, perempuan tidak
begitu terkekang oleh berbagai peraturan yang ada.
Hasil
riset juga memperlihatkan bahwa direksi wanita lebih sering menggunakan
kerjasama, kolaborasi, dan mementingkan kata mufakat. Mereka juga lebih efektif
daripada pria saat mengumumkan keputusan-keputusan.
"Penemuan
kami menunjukkan bahwa memiliki kaum perempuan dalam direksi bukan sekadar hal
yang tepat lagi, tetapi juga hal yang cerdas untuk dilakukan," ungkap
Chris Bart, penulis studi yang juga profesor bidang manajemen strategi
dari McMaster University.
Rekan
setimnya, Gregory McQueen, menambahkan bahwa perempuan cenderung lebih
ingin tahu dan ingin mencari lebih banyak solusi yang
memungkinkan.
"Dalam
tingkat dewan direksi, para direktur didorong untuk bertindak untuk kepentingan
perusahaan sambil tetap mengambil sudut pandang pemilik kepentingan yang
beragam. Kualitas ini menjadikan mereka direktur korporat yang lebih
efektif," tegas McQueen.
Penulis :
Felicitas Hermandini
(http://female.kompas.com/read/2013/03/30/12380435/Perempuan.Lebih.Pintar.Membuat.Keputusan.Bisnis)
Diakses
pada tanggal 12 April 2013
Berdasarkan
artikel tersebut diatas dijelaskan bahwa perempuan mampu membuat keputusan yang
lebih baik dibandingkan pria, lebih sering menggunakan kerja sama, kolaborasi,
mementingkan mufakat, dan lebih efektif disaat mengumumkan hasil-hasil
keputusan. Cenderung lebih tahu, serta ingin mencari lebih banyak solusi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan mampu menjadi pemimpin didalam sebuah
organisasi atau perusahaan. Selama ini
perempuan sering ditempatkan pada posisi lebih rendah dari pria. Apalagi peran
wanita tradisional selalu dianggap sebagai “cadangan”, sebagai contoh banyak
perempuan yang masih berusia belia dipaksakan untuk menikah dan melahirkan
tanpa mengenyam pendidikan. Kini perubahan kian berkembang dengan pesat,
perjuangan akan figur R.A Kartini dapat dirasakan dengan adanya pergerakan
emansipasi wanita (SR, 2012). Keberadaan
peran perempuan sebagai pimpinan kini mulai dihargai dan disetarakan,
karena memang kaum perempuan mampu menjadi sosok pemimpin. Dulu seorang
perempuan dipandang hanya berhak mengurus rumah dan berada dirumah, tetapi kini
kemajuan jaman telah membawa perubahan terhadap pandangan perempuan sehingga mereka memperoleh hak yang
sama dengan laki-laki. Pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan
yang sama didalam berusaha dan bekerja, hanya saja pandangan masyarakat yang
menyebutkan bahwa perempuan harus dirumah. Perempuan sebagai pemimpin formal
pada awalnya banyak yang meragukan karena penampilan perempuan berbeda dengan
laki-laki, tetapi keraguan ini dapat diatasi dengan keterampilan dan prestasi
yang dicapai. Di dalam kepemimpinan yang dilakukan baik oleh laki-laki maupun
perempuan memiliki tujuan yang sama hanya saja berbeda jika dilihat dari segi fisiknya,
menurut Kimbal Young bahwa,
Kepemimpinan
adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup
mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi
/ penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi
situasi khusus (Kartono, 1983).
Kepemimpinan
merupakan salah satu proses manajemen, manajemen adalah proses yang digunakan
untuk mencapai tujuan organisasional melalui perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian orang dan sumber-sumber daya organisasional
lainnya. Kepemimpinan (leading) berarti menciptakan visi untuk
organisasi dan mengkomunikasikan, membimbing, melatih, dan memotivasi orang
lain untuk bekerja secara efektif, untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi
(Nickels, 2009).
Untuk
menjadi seorang pemimpin bagi perempuan tidaklah mudah, harus memiliki
kemampuan yang dilatar belakangi pendidikan yang sesuai dengan bidang yang
ditanganinya. Menurut Tilaar (dalam Tan, 1991), terdapat beberapa nilai dasar
kepemimpinan untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, diantaranya adalah
a. Intelegensi
yang relatif lebih tinggi daripada yang dipimpin
b. Berfikir
positif
c. Kedewasaan
sosial dan cakupan jangkauan yang luas
d. Menjadi
panutan yang baik
e. Menjadi
pendengar yang baik
f. Keterbukaan
dalam berkomunikasi
g. Tidak
mudah menyerah.
Apabila
seorang pemimpin dapat menjalankan nilai dasar kepemimpinan dengan baik, maka
tidak ada bedanya antara pemimpin perempuan dengan laki-laki didalam proses
pencapaian orientasi atau tujuan organisasi. Dengan terciptanya peran wanita
dalam berkesempatan memegang peranan sebagai kepemimpinan dapat membawa dampak
yang positif yaitu permasalahan kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya
perbedaan ( diskriminasi) antara perempuan dan laki-laki (Ningsih, 2013).
Dengan demikian perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan atau peluang yang
sama di dalam kepemimpinan. Menurut J.I. Brown dalam “Psychology and the Social
Order”, disebutkan bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dengan
kelompok, tetapi dapat dipandang sebagai suatu posisi yang memiliki potensi
yang tinggi di bidangnya (SR, 2012). Dengan demikian bahwa kaum perempuan
menjadi pemimpin bukanlah hal yang aneh. Dalam hal kesetaraan gender, perempuan
dan laki-laki memiliki kesamaan untuk memperoleh kesempatan serta hak untuk
berperan di dalam semua aspek kehidupan dan berhak menikmati hasil-hasil
pembangunan. Indonesia sebagai Negara yang memiliki hari peringatan khusus
terhadap peranan wanita yaitu Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April,
seharusnya tidak perlu mempertentangkan perbedaan gender. Seorang perempuan
yang memiliki kemampuan dan kelayakan menjadi pemimpin seharusnya tidak dihalangi
baik secara langsung dan tidak langsung. Perempuan harus menerima perlakuan
yang sama dengan laki-laki di dalam pemilihan seorang pemimpin, karena memang
banyak perempuan yang memiliki potensi dan layak untuk menjadi sosok pemimpin
yang baik. Dalam kenyataannya perempuan biasanya memiliki sifat lebih lembut,
naluri seorang ibu, sehingga dalam memimpin tidak hanya menggunakan rasio saja
tapi juga melibatkan perasaannya (Suko, 2013).
Seorang perempuan lebih
cermat, sabar, dan berhati-hati jadi tidak heran apabila mereka menjadi pembuat
keputusan yang lebih baik dibandingkan pria. Ada pepatah yang mengungkapkan
bahwa “perempuan adalah tiang Negara”, dan dapat disimpulkan bahwa seorang
perempuan berhak dan layak menjadi pemimpin dengan potensi serta kemampuan yang
dimilikinya. Sudah banyak perempuan yang membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi
sosok pemimpin yang baik, salah satunya adalah Megawati Soekarnoputri. Beliau
pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI sejak tahun 1993 hingga partai
tersebut berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), pada
tahun 2001 terpilih sebagai presiden pertama perempuan Indonesia menggantikan
K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan membentuk Kabinet Gotong Royong yang
memiliki visi utama “Rekonsiliasi Nasional”. Mega menunjukkan maneuver politik
yang piawai dan berhasil memberikan impresi yang positif pada berbagai lapisan
masyarakat. Dalam masa jabatannya selama 3 tahun, Mega mampu mencapai prestasi
yang sangat luar biasa sebagai seorang pemimpin perempuan, diantaranya adalah
menstabilkan fundamental ekonomi makro yang porak poranda sejak 1998, Indonesia
berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah
mandiri, dan memberikan suasana yang kondusif bagi situasi keamanan dan
gonjang-ganjing politik. Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu contoh bahwa
seorang perempuan mampu dan layak menjadi pemimpin terbukti beliau mampu meraih
prestasi dalam masa kepemimpinannya.
KESIMPULAN
Selama ini pandangan
masyarakat tentang perempuan mengatakan bahwa perempuan berada di posisi lebih
rendah dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan hanya berhak mengurus rumah dan
berada dirumah. Kini kesetaraan gender mulai mengaburkan pandangan masyarakat
tentang sosok perempuan tradisional. Keterampilan dan prestasi yang berhasil
ditunjukkan oleh para perempuan dalam bidang kepemimpinan menunjukkan bahwa
perempuan mampu bersaing dengan laki-laki. Dengan kemampuannya tersebut
perempuan memiliki peran ganda, yaitu sebagai wanita karir dengan tidak
meninggalkan kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Karakter seorang perempuan
yang memiliki naluriah keibuan, cermat, teliti, dan memiliki kelembutan akan
membuat perempuan diterima didalam organisasi atau perusahaannya. Seperti yang
diungkapkan dalam artikel diatas bahwa perempuan pembuat keputusan yang lebih
baik dari pria. Perempuan lebih menyukai kerja sama dengan kelompoknya
dibandingkan bekerja secara individual. Mereka juga lebih cenderung memiliki
rasa keingintahuan dan ingin mencari lebih banyak solusi dari setiap masalah
yang dihadapinya. Saat ini perempuan menjadi pemimpin bukanlah hal yang aneh
atau tabu karena mereka mampu menjadi pemimpin dan bersaing dengan para
laki-laki. Kini saatnya bagi kaum perempuan untuk tampil menjadi pemimpin,
karena memang populasi perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Diharapkan untuk kedepannya akan lebih banyak perempuan yang sukses dalam
berbagai bidang.